Minggu, 03 Januari 2010

KONFLIK & ORGANISASI

abstraksi
Di era globalisasi sekarang ini memungkinkan banyak organisasi-organisasi baru muncul dengan segmentasi tujuan arah organisasi berbeda-beda. Persaingan dalam ide baru, teknologi, inovasi dan pemenuhan kebutuhan masyarakat memungkinkan setiap individu pun juga memiliki tujuan dan sudut pandang yang berbeda-beda pula. Hal ini tidak menutup kemungkinan, bahwa tujuan yang bersifat individu tersebut tidak sejalan dengan tujuan umum organisasi tempat ia berada. Diharuskan dalam suatu organnisasi, baik itu yang sudah mapan maupun yang baru berdiri mempunyai ciri ketergantungan satu sama lain dalam organisasi tersebut. Atau dengan kalimat yang lain, dalam dalam suatu organisasi diharuskan penggunaan manajemen hubungan yang saling menunjuang antara atasan dan bawahan, serta seluruh atribut organisasi (Rensis Likert ; 1986). Hal ini untuk menyelaraskan tujuan individu dengan tujuan organisasi. Rensis menyatakan bahwa sifat kepemimpinan dari seorang atasan, harus mampu membina ego dalam setiap individu, dalam menuju prestasi organisasi.
Hubungan dalam suatu organisasi bersifat dinamis, untuk itu perhatian terhadap ego tiap individu harus diperhatikan agar tetpa selaras dengan tujuan organisasi. Hal ini memungkinkan untuk meminimalisir konflik, dan meningkatkan produktifitas organisasi. Kalau tujuan tiap individu ditabrakkan dengan tujuan organisasi, maka akan menimbulkan konflik yang mana dapat bersifat structural maupun fungsional. Hal ini jika tidak dikelolah dengan baik akan menuju pada kematian organisasi.
Kemampuan dalam me-manage konflik akan membawa konflik pada arah yang positif. Manajemen konfik merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang manajer dalam mengelolah konflik, agar hal tersebut tidak meluas dan mematikan kehidupan dalam organisasi. Manajemen konflik dapat bersifat internal organisas, digunakan dalam budaya & kebiasaan-kebiasaan dalam organisasi. Selain internal adapula eksternal dengan melihat lingkungan sekitar organisasi. Salah satu bagian penting dalam manajemen atau pengelolahan konflik adalah sifat kepemimpinan. Kepemimpinan bukanlah didapatkan dari lahir, akan tetapi pembelajaran seseorang dalam melihat dan menganalisis lingkungan konflik untuk mencari solusi pemecahan. Dalam hal megendalikan konflik, kepemimpinan memainkan peranan yang penting. Pada tulisan ini penulis ingin mengajak pembaca melihat peran besar kepemimpinan dalam pengelolahan konflik organisasi menuju pencapaian tujuan organisasi.

Konflik Dalam Organisasi
Konflik adalah “bunga” organisasi, yang mana akan menciptakan perubahan dalam berorganisasi. Konflik berasal dari bahasa latin, yang mana dari 2 suku kata, yakni “com” yang berarti bersama dan “fligere” artinya melanggar, menabrak dan membenturkan. Dengan kedua suku kata tersebut, maka konflik berarti suatu kegiatan menabrakkan/ membenturkan suatu kepentingan secara bersama-sama. Selain arti tersebut konflik pun mengalami perkembangan makna, berdasarkan fungsi dan tujuan konflik itu sendiri. Menurut Folger dan Poole (1984) konflik dapat dirasakan, diketahui dan diekspresikan melalui perilaku komunikasi tiap individu dengan individu yang lain. Yang mana dengan adanya jurang komunikasi maka konflik akan semakin dimungkinkan untuk terjadi. Interaksi yang disebutkan sebagai komunikasi antar individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat dipungkiri akan menimbulkan koflik dalam level yang berbeda-beda (Devito ; 1995).
Konflik dapat dilihat dalam 2 sudut pandang, yakni: pandangan tradisional dan pandangan kontemporer (Myers ; 1993). Secara tradisional, konflik dapat dikatakan sebagai sesuatu yang buruk bagi organisasi dan harus dihindari. Konflik disebabkan karena kesalaha dalam manajemen, sehingga berakibat pada terjadinya kesenjangan dan berkurangnya komunikasi. Sedangkan dalam pandangan kontemporer, konflik merupakan sesuatu yang tak bias dihindari sebagai suatu konsekuensi logis antar interaksi tiap individu. Ayang harus dipikirkan adalah bagaimana mengelolah konflik agar tidak merusak hubungan dalam pencapaian tujuan organisasi. Pada sisi tradisional ada usaha untuk menghindari konflik, sedangkan kontemporer melakukan manajemen konflik. Konflik hadir karena adanya ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota kelompok, yang mana harus membagi-bagi sumber daya yang terbatas atau karena adanya perbedaan status, tujuan, nilai dan persepsi.
Konflik tidak selamanya merusak seperti dalam pemikiran tradisional. Pada kenyataanya konflik pun dapat berupa fungsional, yakni bermanfaat dan bersifat konstruktif dalam meningkatkan kinerja perilaku organisasi. Akan tetapi adapun pula yang bersifat disfungsional, yang mana mempunyai pengaruh negative dalam merusak hubungan serta pencapaian tujuan umum organisasi. Dari kedua akibat konflik tersebut, maka diperlukan pengetahuan serta perhatian yang benar terhadap konflik yang terjadi, agar mengarah kepada pengembangan kinerja dalam berorganisasi. Seringkali masing-masing individu yang berkonflik lebih mengutamakan tujuan individu dan melupakan tujuan umum organisasi, sehingga menimbulkan peningkatan pada level konflik dan membawa kehancuran pada organisasi.
Seringkali bagi organisasi yang baru berdiri, menghindari konflik adalah jalan terbaik. Akan tetapi ketika konflik tersebut terjadi maka organisasi tersbut berumur pendek, dan langsung hancur. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan pengelohan konflik dalam organisasi. Para ahli & peneliti mencoba mengindetifikasi konflik yang dapat mempengaruhi kinerja :
1.Konflik tugas, yakni masing-masing individu memiliki cara pandang dan pendapat yang berbeda-beda dalam melihat tugas yang diberikan.
2.Konflik hubungan, disebabkan karena pertentangan antar individu dalam organisasi, yang mana disebabkan karena ketidak sukaan, ketegangan dan lainnya.
3.Konflik proses, adanya perbedaan pendapat dalam proses penyelesaian kerja dalam organisasi. Hal ini terjadi pada pertengahan proses berorganisasi.
Selain dari ketiga identifikasi tersebut, ada juga konflik yang dibuat secara sengaja, dalam meningkatkan efektifitas dan efesiensi kinerja organisasi. Pada konflik semacam ini, target organisasilah yang menjadi pemicu dan penyebabnya.


by Ricky A. Nggili

Tidak ada komentar:

Posting Komentar